28 Oktober 1928, pemuda-pemudi Indonesia merumuskan sumpah persatuan, yaitu sumpah pemuda. 17 Tahun berselang, 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya. 84 tahun sudah kita merayakan secara rutin Hari Sumpah Pemuda, namun apakah isi dari sumpah itu benar-benar kita maknai dalam perjuangan kita untuk negara ini? Dapatkah sumpah pemuda tahun ini, menjadi momentum persatuan bagi insan sepak bola tanah air?
“Mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia”. Penggalan isi dari sumpah pertama, pemuda-pemudi Indonesia. Apakah segenap insan sepak bola Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah air? Tentu saja tidak. Ada legiun asing yang bermain untuk klub-klub di liga nasional. Namun harusnya, seluruh pihak yang berwarga negara Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah air. Artinya, kepentingan negara di atas segalanya. Membela tim nasional adalah sebuah kebanggaan yang tidak mungkin ditolak. Bagaimana mungkin, ketika Irfan Bachdim, Diego Michels, dll merubah status kewarganegaraanya, tetapi “putra asli” bangsa malah enggan membela negaranya?
Kedua, “Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia”. Apa itu bangsa? Siapa saja anggotanya? Secara “politis”, Bangsa adalah kumpulan dari mereka yang membetuk suatu negara karena memiliki tujuan yang sama. Tidak peduli pemain naturalisasi atau bukan, asalkan warga negara Indonesia dan berusaha mengharumkan bendera merah-putih, dia adalah Bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Pemain yang lahir dan besar di Indonesia namun menolak tugas kenegaraan apalagi malah mengacaukan sepak bola Indonesia, tidak lebih Indonesia dibanding yang naturalisasi. Begitu juga klub-klub dan orang-orang yang ada “dibelakang layar” pertandingan, apakah mereka benar-benar diisi oleh Bangsa Indonesia? Apakah klub yang tidak mengizinkan pemainnya membela tim nasional dapat disebut sebagai Bangsa Indonesia? Ingat, bangsa terbentuk karena tujuan yang sama.
Terakhir, “Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia”. Apakah dengan bahasa persatuan, segenap pemain, pelatih, dan pengurus sepak bola Indonesia terlebih tim nasional, menyuarakan hal yang sama? Apakah mereka semua berteriak lantang dengan bahasa Indonesia akan membawa sepak bola Indonesia menjadi lebih baik dengan ketangguhan tim nasionalnya diakui di level internasional?
Kita semua berharap militansi kepemudaan yang dihembuskan pada tahun oktober 1928 masih terus terjadi sampai saat ini. Setelah putra-putra bangsa mengharumkan nama Indonesia di Homeless World Cup 2012, Mexico, tak lama kemudian giliran para pelajar Indonesia yang ikut mengharumkan nama bangsa di Piala Pelajar Asia 2012, Iran. Walaupun hanya menempati posisi kelima di akhir turnamen, namun sepak terjang timnas Indonesia U17 ini tidak dapat dianggap remeh. Mengalahkan Pakistan dengan skor 25-0, menempatkan salah satu pemainnya, Sabeq Fahmi Fahrezy menjadi top skor, dan mendapatkan gelar tim Fair Play adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Tidak lupa, di perebutan peringat kelima, pelajar Indonesia mengalahkan Malaysia, musuh bebuyutan kita yang akhir-akhir ini terlihat lebih superior dibanding kita.
Dua prestasi di Bulan Oktober ini seakan mengiringi kita sampai dengan peringatan Sumpah Pemuda di tahun 2012. Mari kita bersama-sama mengucapkan sumpah pemuda dalam konteks sepak bola Indonesia dan kemudian melanjukan perjuangan dengan semangat pemuda tahun 1928. Kita sudah disuguhi appetizer oleh pemuda bangsa yang mewakili Indonesia di kancah Homeless Wordcup dan Piala Pelajar Asia, namun itu belum cukup. Masih ada Piala AFF 2012, Sea Games 2013, dan masih banyak lagi hidangan yang mesti kita lahap sampai habis.
Oh ya, Selamat Idul Adha bagi yang merayakan. Semoga semangat berkurban dan berkorban di Hari Raya ini dapat tersalurkan juga bagi kemajuan sepak bola tanah air. Selamat Hari Sumpah Pemuda, semoga kita semua dapat mengucap dan mewujudkan janji yang sama, bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, (sepak bola) Indonesia.
“Mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia”. Penggalan isi dari sumpah pertama, pemuda-pemudi Indonesia. Apakah segenap insan sepak bola Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah air? Tentu saja tidak. Ada legiun asing yang bermain untuk klub-klub di liga nasional. Namun harusnya, seluruh pihak yang berwarga negara Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah air. Artinya, kepentingan negara di atas segalanya. Membela tim nasional adalah sebuah kebanggaan yang tidak mungkin ditolak. Bagaimana mungkin, ketika Irfan Bachdim, Diego Michels, dll merubah status kewarganegaraanya, tetapi “putra asli” bangsa malah enggan membela negaranya?
Kedua, “Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia”. Apa itu bangsa? Siapa saja anggotanya? Secara “politis”, Bangsa adalah kumpulan dari mereka yang membetuk suatu negara karena memiliki tujuan yang sama. Tidak peduli pemain naturalisasi atau bukan, asalkan warga negara Indonesia dan berusaha mengharumkan bendera merah-putih, dia adalah Bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Pemain yang lahir dan besar di Indonesia namun menolak tugas kenegaraan apalagi malah mengacaukan sepak bola Indonesia, tidak lebih Indonesia dibanding yang naturalisasi. Begitu juga klub-klub dan orang-orang yang ada “dibelakang layar” pertandingan, apakah mereka benar-benar diisi oleh Bangsa Indonesia? Apakah klub yang tidak mengizinkan pemainnya membela tim nasional dapat disebut sebagai Bangsa Indonesia? Ingat, bangsa terbentuk karena tujuan yang sama.
Terakhir, “Menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia”. Apakah dengan bahasa persatuan, segenap pemain, pelatih, dan pengurus sepak bola Indonesia terlebih tim nasional, menyuarakan hal yang sama? Apakah mereka semua berteriak lantang dengan bahasa Indonesia akan membawa sepak bola Indonesia menjadi lebih baik dengan ketangguhan tim nasionalnya diakui di level internasional?
Kita semua berharap militansi kepemudaan yang dihembuskan pada tahun oktober 1928 masih terus terjadi sampai saat ini. Setelah putra-putra bangsa mengharumkan nama Indonesia di Homeless World Cup 2012, Mexico, tak lama kemudian giliran para pelajar Indonesia yang ikut mengharumkan nama bangsa di Piala Pelajar Asia 2012, Iran. Walaupun hanya menempati posisi kelima di akhir turnamen, namun sepak terjang timnas Indonesia U17 ini tidak dapat dianggap remeh. Mengalahkan Pakistan dengan skor 25-0, menempatkan salah satu pemainnya, Sabeq Fahmi Fahrezy menjadi top skor, dan mendapatkan gelar tim Fair Play adalah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Tidak lupa, di perebutan peringat kelima, pelajar Indonesia mengalahkan Malaysia, musuh bebuyutan kita yang akhir-akhir ini terlihat lebih superior dibanding kita.
Dua prestasi di Bulan Oktober ini seakan mengiringi kita sampai dengan peringatan Sumpah Pemuda di tahun 2012. Mari kita bersama-sama mengucapkan sumpah pemuda dalam konteks sepak bola Indonesia dan kemudian melanjukan perjuangan dengan semangat pemuda tahun 1928. Kita sudah disuguhi appetizer oleh pemuda bangsa yang mewakili Indonesia di kancah Homeless Wordcup dan Piala Pelajar Asia, namun itu belum cukup. Masih ada Piala AFF 2012, Sea Games 2013, dan masih banyak lagi hidangan yang mesti kita lahap sampai habis.
Oh ya, Selamat Idul Adha bagi yang merayakan. Semoga semangat berkurban dan berkorban di Hari Raya ini dapat tersalurkan juga bagi kemajuan sepak bola tanah air. Selamat Hari Sumpah Pemuda, semoga kita semua dapat mengucap dan mewujudkan janji yang sama, bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, (sepak bola) Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulis: Anggara Gita
Penulis: Anggara Gita
Sumber: http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/10/28/sumpah-pemuda-sepak-bola-indonesia-504888.html
0 komentar:
Posting Komentar